Pelajaran Bahasa Jawa Tak Cukup Hanya Dibayangkan, Tapi Harus Dipraktikkan
oleh: Novita Ismiya Purwaningrum, S.Pd
(Guru Bahasa Jawa SMK N 1 Kemangkon)
Dalam era milenial seperti saat ini, segala sesuatu yang ada di kehidupan manusia bersifat modern dan praktis. Peran gawai yang setiap hari mengiringi kehidupan masyarakat sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Informasi dari segala penjuru dunia sangat mudah dicari dalam waktu yang singkat. Hal tersebut secara tidak langsung berpengaruh terhadap kebiasaan masyarakat secara umum. Pola hidup dan pola pikir masyarakat yang semula dikelilingi oleh hal-hal yang bersifat tradisional, sekarang berubah menjadi lebih modern. Kehidupan yang serba modern pastinya akan berdampak pada sektor kearifan lokal yang semakin hari semakin terkikis. Bahasa Jawa dan Budaya Jawa contohnya.
Mata pelajaran Bahasa Jawa yang diajarkan di sekolah tidak semata-mata hanya mempelajari bahasanya saja, tetapi di dalamnya sudah disematkan konteks pembelajaran tentang budaya Jawa. Sebagai contoh pada materi kelas XII semester ganjil pada materi Deskripsi Pakaian/ Busana Adat Jawa. Busana adat Jawa merupakan salah satu hasil kebudayaan berwujud benda yang ada di Jawa, khususnya wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada bab tersebut, pembelajaran di SMK Negeri 1 Kemangkon menekankan pada aspek pengetahuan dan keterampilan siswa. Dari sisi pengetahuan, siswa diajak untuk dapat mengenali berbagai macam jenis busana adat Jawa dengan cara mendeskripsikan jenis busana adat tersebut. Deskripsi dilakukan secara tulisan maupun secara verbal menggunakan bahasa Jawa yang baik dan benar. Pada saat membuat teks deskripsi ini, siswa berusaha menerapkan pengetahuan penguasaan kosa kata bahasa Jawa yang telah mereka miliki dan mengembangkannya dengan sesekali bertanya kepada guru jika mereka menemui kendala dalam penggunaan kosa kata bahasa Jawa yang sulit. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Robbins (dalam Trianto, 2010:15) yang menerangkan bahwa belajar adalah sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.
Setelah belajar mendalami dari sisi pengetahuan, kemudian para siswa melakukan praktik mewiru jarik serta memakaikan kepada temannya secara berpasang-pasangan. Melalui kegiatan praktik ini, para siswa merasa senang dan tidak bosan karena praktik dilaksanakan di luar kelas. Siswa lebih antusias ketika praktik, karena mereka langsung mengalami dan mendapat pengetahuan baru mengenai materi busana adat Jawa. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Hamalik (2006: 27) dalam Afandi dkk (2013: 2) bahwa Belajar dipandang sebagai suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yaitu mengalami. Proses praktik mewiru jarik ini berguna untuk melihat dan menilai aspek keterampilan para siswa. Wiru atau wiron merupakan lipatan kecil-kecil vertikal pada kain yang dibuat di salah satu ujung jarik. Sikap ketelatenan, ketelitian, serta kesabaran dibutuhkan oleh para siswa pada saat mewiru jarik.
Praktik pembelajaran dalam mata pelajaran bahasa Jawa di SMK N 1 Kemangkon diharapkan dapat memacu semangat belajar dan motivasi para siswa agar semakin mencintai bahasa dan budaya Jawa. Selain itu kegiatan praktik pembelajaran sangat penting dilakukan agar para siswa semakin sadar untuk terus melestarikan budaya kearifan lokal. Hal tersebut selaras dengan pendapat Slameto (2003:2) dalam Afandi dkk (2013:1) yang mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Daftar Pustaka
Afandi, Muhamad dkk. 2013. Model dan Metode Pembelajaran Di Sekolah.Semarang: Unissula Press.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Bumi Aksara.
Tinggalkan Komentar